Dialog Peningkatan Kapasitas Aktor Kerukunan Dan FKUB
Oleh Humas
Purwokerto (Humas) " Manusia mempunyai dua kecenderungan, yakni pertama berselisih dan lupa , dan kedua punya potensi kasih sayang yang ada di diri manusia”. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas Dr. Ibnu Asaddudin saat memberikan sambutan dalam acara Dialog Peningkatan Kapasitas Aktor Kerukunan Dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) angkatan ke 5 yang diadakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Komisi VIII DPR RI bertempat di Aston Hotel Purwokerto.Senin (12/02)
Kegiatan dihadiri oleh anggota anggota Komisi VIII DPR RI Wastam, Ketua FKUB Kabupaten Banyumas KH. M Roqib, Ketua TIM Kerja Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Jateng Zaimatul Chasanah, Kasubbag TU M Wahyu Fauzi Aziz, Kasi Bimas Islam Afifuddin Idrus, Gara Zawa Faisal Riza, Mujiburrohman selaku moderator, pengurus FKUB, serta masyarakat dari berbagai kalangan yang ada di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Banyumas.
Lebih lanjut Kakan Kemenag menyampaikan bahwa manusia itu tempatnya salah atau lupa, tapi kadang tidak merasa salah atau lupa, cari menangnya sendiri, ujarnya.
“ Maka dari itu negara hadir, Komisi VIII hadir dan FKUB juga hadir, kalau mereka tidak hadir Banyumas akan jadi apa ? Indonesia juga akan menjadi apa. Berapa jalan tol di Indonesia yang sudah dibuat, berapa infrastruktur yang sudah dibuat, itu akan hancur bukan karena ekonomi, akan tetapi karena gampang disulut karena agama. Alhamdulillah berkat kegigihan FKUB yang dikomandani oleh Proff Roqib, sedikit demi sedikit sudah menyatu diantara kita. Maka dari itu negara hadir untuk terus membangun Indonesia maju. Mudah-mudahan tanggal 14 besok Pemilu berjalan lancar, Indonesia damai dan akan terpilih pemimpin yang terbaik”. ungkapnya.
Sementara itu, ketua FKUB Kabupaten Banyumas KH. Roqib menjelaskan bahwa paham intoleransi mengganggu kesuksesan Pemilu, akan tetapi juga merusak pemberdayaan potensi daerah.
“Hal ini dapat menyebabkan disintegrasi bangsa dan daerah, merendahkan orang dan kelompok lain, memunculkan konflik antar ras, suku dan agama, kesulitan mengambil kebijakan, partisipasi publik sulit diwujudkan serta menghambat pemerataan dan kesejahteraan.” Pungkasnya.(Tum)